Setiap pergerakan harga saham adalah sebuah peluang untuk mendapatkan keuntungan. Pergerakan bisa juga disebut Volatilitas. Semakin banyak pergerakan tentu akan semakin menarik dari segala sisi. Menarik bagi yang paham bagaimana menempatkan posisi begitulah kira-kira yang terjadi bagi pelaku trading saham. Sebenarnya tidak hanya di saham saja, dunia forex dan komoditas juga memerlukan pemahaman terhadap volatilitas harga, untuk itu kita dapat menggunakan indikator Bollinger Bands.
Indikator yang diperkenalkan oleh John Bollinger terdiri dari 3 buah baris garis dan 2 bands membuat teknik membaca volatilitas harga saham menjadi lebih mudah untuk semua lapisan. Semakin lebar Bollinger Band semakin besar pula fluktuasi harga saham. Pastinya semakin lebar semakin besar pula menawarkan profit atau sebaliknya loss. Semakin sempit Bollinger Band semakin datar pula pergerakan harga saham tersebut. Biasanya ditandai dengan tingkat volume saham yang sedikit.
Harga saham yang menembus garis atas (Upper Band) memperlihatkan kondisi harga saham tersebut overbought. Well, kondisinya bisa juga diartikan saat harga saham menembus upper band tetapi saat penutupan berada dibawah garis upper band. Dengan kata lain kemungkinan pertanda ini akan membuat harga saham semakin menguat. Bila kondisi yang terjadi harga penutupan berada diatas/ diluar upper band maka terjadi updtrend. Pertanda yang mengindikasikan terjadi penguatan lebih lanjut dihari berikutnya.
Sebaliknya ketika harga saham menembus garis bawah Bollinger Band (Lower Band) dengan penutupan berada di atas garis lower band menunjukkan harga saham oversold. Bila kondisinya harga saham berada di lower band mengindikasikan terjadi downtrend.
Sebagai patokan agar lebih mudah menentukan posisi buy dan sell, investor dapat menggunakan garis tengah Bollinger Band. Garis tengah ini mengunakan garis SMA (Simple Moving Average). Pergerakan harga saham dari garis bawah bergerak sampai menembus garis tengah mengindikasikan posisi buy dan pergerakan dari garis atas menembus garis tengah mengindikasikan posisi sell.

Sebagai contoh pergerakan harga saham PTPP pada tahun 2019 menunjukkan pergerakan saham yang mengalami pelemahan alias bearish. Ada dua kali puncak terjadi dengan puncak kedua yang berada lebih rendah dari puncak pertama. Puncak pertama harga saham sempat berada di upper band sekitar 2400an ke atas sekaligus sempat berada di area overbought. Sangat disayangkan titik overbought tidak bertahan lama harga saham bergerak kembali ke bawah menembus garis tengah yaitu disekitaran 1800 perlembar sahamnya saat inilah sudah jelas mengindikasikan posisi sell. Apa yang terjadi kemudian harga bergerak semakin ke bawah sampai menembus lower band di sekitaran harga 1600. Sampai akhirnya terjadi rebound harga kembali naik tetapi belum menembus garis tengah. Saat inilah lebih tepatnya wait and see sebelum memutuskan buy sambil melihat pergerakan selanjutnya.