Setiap yang melakukan jual beli pasti menginginkan keuntungan yang sebesar mungkin. Masalahnya tidak semua jual beli itu mendatangkan keuntungan maksimal. Pernah suatu ketika sektor pertambangan yang tinggi bikin semua mata tertuju pada sektor ini. Pertumbuhan harga saham di sektor pertambangan bahkan mencatat pertumbuhan ratusan persen. Sektor lainnya juga tidak kalah semua pernah mencatatkan diri dalam pertumbuhan harga saham yang menggembirakan. Keuntungan investor tumbuh berkali-kali lipat tapi harap diingat tidak ada pesta yang tak usai.
Adakalanya investor harus berpikir jernih tidak mengandalkan intuisi atau perkiraan yang tidak berdasar dalam memperkirakan keuntungan karena ini bukan judi. Mengundi nasib pada judi hanya mengandalkan keberuntungan kecuali bagi yang curang. Kenapa bisa begitu, jawabannya jelas balik lagi ke pertanyaan dasar kalau perusahaan rugi kenapa bisa naik berkali-lipat. Analisis fundamental akan selalu menitik beratkan pada nilai harga wajar saham tersebut dan tidak sekali-kali bermain dalam saham yang tidak wajar.
Dalam pasar saham keuntungan realistis dapat dilihat pada Rasio Return On Equity (ROE) dan Rasio Return On Asset (ROA). Dengan melihat rasio ini nantinya investor atau trader akan bisa membedakan saham yang kenaikan harganya tidak normal (Saham Gorengan) dan saham yang normal. Rasio ROA adalah rasio yang menunjukkan perbandingan besarnya laba bersih suatu perusahaan atas total nilai aktiva. Rumus ROA yang digunakan adalah Laba bersih dibagi total aktiva di kali 100 persen

Sebagai contoh bila PT Alam saham memiliki laba bersih sebesar 100 juta sedangkan total aktiva sebesar 1 miliar maka ROA adalah 10 juta dibagi 100 juta di kali 100 persen yang hasilnya adalah 10 persen. Nilai 10 persen di atas menunjukkan setiap investasi sebesar 1 Rupiah akan memperoleh lebih sebesar 0,1 persen.
Bagi penulis rasio yang lebih menarik adalah ROE karena melihat tingkat pengembalian modal pemilik atau pemegang saham yang dihitung melalui besar aset bersih atau ekuitas. Seperti pembahasan sebelumnya nilai ekuitas adalah kekayaan bersih setelah dikurangi kewajiban. Rumus ROE yang digunakan adalah Laba bersih dibagi modal sendiri di kali 100 persen.

Sama seperti sebelumnya contoh di sini tetap PT Alam saham di mana diketahui laba bersih 10 juta, modal sendiri sebesar 60 juta maka dengan menggunakan rumus ROE diketahui keuntungan yang diperoleh dari tiap 1 rupiah modal sendiri adalah 16,67 persen.
Lebih jelas dalam membayangkan berapa tingkat keuntungan yang prospektif biasanya yang menjadi patokan adalah tingkat bunga di bank. Andai anda menabung dengan menggunakan tabungan jenis deposito selama 1 tahun mendapat bunga 6 persen sedangkan menggunakan saham anda memperoleh keuntungan dari jual beli saham sebesar 15 persen. Jelas hasil dari jual beli saham lebih menguntungkan.
Bagi penulis ada beberapa indikator lagi selain suku bunga bank yakni indikator pertumbuhan ekonomi secara nasional dan inflasi. Secara rata-rata beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan Indonesia di angka 5 persen yang artinya rasio ROE dan ROA digunakan seorang investor paling tidak di atas tingkat pertumbuhan nasional tersebut. Inflasi juga yang menjadi musuh bila inflasi nya terlalu tinggi maka tingkat keuntungan akan sangat terpengaruh.